Banyak teman-teman sesama musisi bertanya kepada saya tentang “Bagaimana menjadi penata musik/music arranger?”. Saya selalu ingatkan bahwa itu talenta seseorang, sama halnya talenta lain yang dikuasai oleh seseorang. Begitu juga jika ada yang bertanya bagaimana cara agar bisa menjadi jazz pianist yang bagus, ya sekali lagi itu didasari oleh talenta, karena musik itu banyak dipengaruhi kondisi jiwa/psikologi dan disiplin ilmu seseorang.
Kondisi jiwa yang saya maksud di antaranya selera dan kemampuan seseorang yang di pengaruhi pengalaman bermusik, pengalaman mendengar musik, dan pengalaman mendalami sebuah jenis musik.
Jika ingin menjadi penata musik ada beberapa hal yang harus diketahui dan dikuasai, antara lain :
1. Ilmu Harmoni
Disiplin ilmu harmoni ini, wajib dan mutlak harus dikuasai oleh penata musik, karena penata musik akan berhadapan dengan sebuah lagu “mentah” yang harus dibangun harmoninya. Ilmu harmoni ini bagi saya sesuatu yang gampang-gampang susah, dimana satu nada akan berkaitan dan bisa dipasangkan dengan banyak harmoni/chord, dan cukup membingungkan ketika kita menentukan mana harmoni yang paling “enak” dipasangkan kepada setiap nada di sebuah lagu.
Disamping itu, ketika berhadapan dengan musik yang nantinya ditujukan untuk komersil ke masyarakat luas seperti album komersil lagu daerah, kita harus mengetahui sudah sejauh mana kemampuan cerna para pendengar di sebuah masyarkat akan sebuah harmoni, dan jangan sampai salah. Misal dalam sebuah masyarakat yang tidak terbiasa atau bingung mendengar progresi chord Major7, diminished, augmented, minor6, sebaiknya jangan terlalu banyak menggunakan chord ini, tapi jika ingin tetap menggunakan chord ini, berikan porsi lebih besar pada progresi chord yang udah akrab dengan kalangan masyarakat tersebut dan pakailah progresi chord yang “miring” tersebut sebagai “penghias” dalam beberapa ketuk saja, anggap saja sebagai sosialisasi chord ‘baru’ bagi pendengar tersebut.
Contoh sederhana, misal pada ketukan akhir/ending sebuah lagu dengan nada dasar C, kita memakai chord CM7 atau pada lagu nada dasar Dm kita beri ending di Dm6, sebagian masyarakat yang belum terbiasa dengan chord seperti ini, cenderung akan bilang “wah kuncinya salah tuJ he..he…hee…)
Begitu juga dengan harmoni invert bass atau sering disebut chord/bass balikan, misal chord pada C dan bass pada G atau biasa ditulis C/G. Dari pengalaman saya masih banyak pendengar yang akan bilang “bass-nya salah…!!” he..he..he..! sekalipun bentuk ini hanya dipakai di beberapa bagian saja di sebuah lagu. Jadi ketika berkutat di musik komersil khususnya musik lagu daerah, mau ga mau, selera musik masyarkat mayoritas harus menjadi prioritas
2. Melodi
Melodi/lead terutama mengisi bagian pada intro/interlude sebuah lagu, sebaiknya dibangun dan di adaptasi sesuai dengan tema melodi pokok lagu tersebut. Minimal pola chordnya ga terlalu beda jauh dengan batang lagunya dan sesuai dengan fungsinya yaitu intro/introduce yang memperkenalkan sebuah lagu sebelum dinyanyikan. Ini salah satu yang paling susah bagi saya dan saya masih banyak belajar tentang ini, terutama memberi tema lead yang memberi identitas sebuah lagu. Sebut saja lead yang rumit seperti Sweet Child O Mine milik Guns n Roses, atau yang agak gampang seperti lagu Good Bye milik Air Supply, atau yang lebih sederhana seperti Power Of Love yang dipopulerkan oleh Mariah Carey, intro lagu tersebut seakan-akan benar-benar “milik” lagu tersebut, susah dilepas atau bahkan diganti. Atau seperti lagu Indonesia, intro Sax pada lagu Kisah Seorang Pramuria – The Mercys, Terajana – H.Rhoma Irama, dan banyak lagu lainnya yang seperti ini, yang mana ketika mendengar intronya saja pendengar sudah sangat akrab dan tau lagu apa yang akan dinyanyikan oleh penyanyinya. Tapi banyak juga lagu yang tanpa intro seperti lagu I Believe I Can Fly atau Januari – Glen Freddly. Selain faktor lagu tersebut telah di kenal masyarakat, tapi yang membuat saya cukup ingin mendalami hal ini, karena beberapa lagu yang telah lama tak di dengar para pendengar sekalipun, ketika intro lagu tersebut dimainkan, pendengar relatif tau itu intro lagu apa. Ini yang saya sebut lead yang membawa identitas sebuah lagu dan benar-benar berperan sebagai intro yang memperkenalkan lagu tersebut sebelum dilantunkan oleh penyanyi.
3. Rhytim
Rhytim atau beat juga wajib diketahui para penata musik, terutama kaidah dan “pakem” sebuah jenis musik. Misal jika ingin membuat sebuah lagu dangdut, kita harus tau struktur rhytim section musik dangdut, yang meliputi kendang/tabla, perkusi lain, drum, rhytim piano, rhytim gitar, dan bass. Khususnya bagi penata musik yang menggunakan teknologi sequencer digital, mutlak harus menguasai ini, karena semuanya akan dimainkan seorang diri saja melalui media keyboard atau perangkat midi lainnya.
Kalau saya pribadi pada saat menata musik lagu daerah juga banyak berurusan dengan teknologi sequencer, saya akan mengusahakan bagian rhytim ini semanusiawi mungkin, yang mana, arransemen setiap elemen tersebut kurang lebih akan bisa di implementasikan pada instrument sebenarnya. Atau jika ingin membuat arransemen yang ‘tidak masuk akal’ jika dimainkan pada instrument sebenarnya atau musik mesin, ya ga tanggung-tanggung saya akan bikin benar-benar bernuansa mesin dan sedikit unsur manusiawinya, misal walking bass yang melebihi register gitar bass, groove drum yang aneh dan ga mungkin dimainkan dalam 1 set drum dengan 2 tangan, dll. Tapi secara umum saya lebih suka dan sering membuat arransemen yang agak manusiawi khususnya pada lagu pop, dimana setiap elemen rhytim section tersebut saya mainkan langsung melalui keyboard controller dari awal sampai ujung lagu dengan tetap mengingat kaidah pola memainkan alat musik yang dimaksud tanpa menggunakan fitur quantize, jika ingin menggunakan fitur quantize saya biasa menggunakan quantize 1/64 atau 1/32, hanya untuk sedikit ‘merapikan’ saja.
Dan yang paling penting diketahui jika ingin membuat sebuah musik yang ‘manusiawi’ yaitu pengetahuan dan wawasan akan setiap instrument yang ingin digunakan.
4. Sound/Tone Color
Akibat perkembangan teknologi sound edit dan synthesizer, citarasa akan sound semakin berkembang seiring kreatifitas setiap musisi. Beberapa tahun terakhir banyak sound baru yang terdengar di dunia komersil khususnya. Tapi tidak jarang akibat perkembangan ini, masyarakat awam menjadi salah kaprah akan sound sebuah instrument.
Misal sound drum yang memiliki rentang frequensi lebar, akibat ‘kreativitas’ banyak musisi dalam mengexplore drum edit, ada dua kemungkinan, drum kreasi tersebut jauh dari suara drum sebenarnya atau bahkan nyaris mirip drum asli. Tapi dari yang saya dengar dalam lagu-lagu daerah di Sumatera khususnya, sound drum kreasi para musisi yang mendominasi adalah drum yang benar-benar ga mirip dengan sound drum asli. Inilah yang menjadi salah kaparah di masyarakat awam, dimana ketika mendengar sound drum asli, ga jarang pendengar awam akan bilang sound drum asli itu ga bagus, ga ‘enak’, ga “ngbass” dan pernyataan lain yang cenderung mengatakan bahwa sound drum asli ga sebagus sound drum di organ tunggalJ
Inilah fenomena salah kaprah yang sedang terjadi di masyarakat akibat perkembangan teknologi. Saya sendiri pernah menjadi “korban” akibat perkembangan ini J dimana ada sebuah project, pada sound drum saya menggunakan sampling drum asli, dan ketika album tersebut beredar, tidak sedikit yang berpendapat sound drum tersebut ga bagus..he..he..he..! dari pengalaman saya selama ini, Cuma sampling sound tabla asli yang benar-benar mengena di hati masyarakat Kerinci khususnya. Karena pada umumnya, selama ini rekan-rekan saya sesama penata musik di daerah Kerinci (termasuk saya juga pernah) membuat sound tabla atau kendang dangdut dari fitur drum edit yang disediakan keyboard Technics sx-KN, dan kualitas sound tabla/kendang yang diciptakan itu saya maklumi, karena saya sendiri sudah mencoba membuat kreasi ‘nyontek’ tabla atau kendang asli di sx-KN tersebut, dan dari hasil utak atik saya tersebut (dan mendengar karya teman-teman lain yang menggunakan merk tsb), berani saya bilang sound tabla/gendang dangdut yang bisa diciptakan pada keyboard tersebut masih jauh dari sound tabla dan gendang dangdut asli yang pernah saya dengar. Dari berbagai merk sekelas Technics sx-KN tersebut yang pernah saya coba explore kemampuan drum editnya, saya berpendapat, merk KORG lah yang paling mendekati sound tabla atau gendang asli.
Satu tips untuk permasalahan tentang tone color ini, penata musik sebaiknya sebisa mungkin akrab dulu dengan instrument asli yang dimaksud, setidak-tidaknya dengan pola cara memainkan instrument tersebut, sehingga musik yang akan di tata, memiliki unsur manusiawi, dan jika bisa menggunakan sound asli atau yang mirip instrument asli, ini menjadi edukasi positif bagi para pendengar awam akan musik.
Permasalahan tentang sound/tone color/timbre ini, lebih dalam akan saya ulas pada artikel terpisah.
5. Teknologi
Dulu saya pernah bertanya-tanya bagaimana seorang arranger bigband atau orchestra menuliskan di partitur pemain lead gitar tentang detail efek gitar yang digunakan pada sebuah laguJ Terlepas dari cara menuliskan di partitur, ada hal menarik lainnya, yaitu si arranger tersebut juga harus mengerti tentang teknologi efek gitar.
Dan ada yang unik dalam teknologi musik, yaitu tidak selalu mengikuti perkembangan zaman/teknologi, terkadang mundur ke teknologi era sebelumnya dan terkadang terlalu maju/futuristik, dan bagi arranger cukup bermanfaat mengetahui teknologi berbagai era ini, karena bisa lebih ‘luwes’ dan ‘leluasa’ ketika menata musik untuk mengikuti berbagai jenis dan trend musik.
Untuk penata musik yang menggunakan fasilitas sequencer atau MIDI, hal pokok yang perlu diketahui yaitu cara kerja dari platform sequencer tersebut dan bahasa umum/pokok dalam MIDI (tentang MIDI akan saya ulas di artikel terpisah). Dan selanjutnya akan lebih baik jika mengetahui teknologi tentang struktur synthesizer, tone generator, VSTi (Virtual Instrument), efek, dan teknologi pendukung lainnya.
6. Original
Originalitas hal penting yang perlu di pegang dalam prinsip dan “moral” para penata musik dan pencipta lagu. Karena sangat tidak baik apabila kita mencontek atau bahkan mengambil potongan lagu yang udah ada. Hal ini telah banyak menjadi kasus di blantika musik komersil Indonesia dan Internasional, dimana sebuah lagu dari sebuah negara di ubah bahasanya tanpa izin dan secara sepihak mengatakan bahwa itu lagu milik “pengubah bahasa” ituJ
Hal ini juga terjadi dalam perkembangan adaptasi house music di album komersil lagu-lagu daerah. Yang mana ada beberapa yang saya dengar, intro sebuah lagu berupa looping lebih dari 8 bar yang di ambil dari tema melodi sebuah lagu yang udah ada. Perlu diketahui, memotong lagu lain persis sama dan lebih dari 8 bar, di sebut membajakJ hindari hal ini, karena ga enak ketika kita disebut “musisi pembajak”, selain itu kita juga bisa dituntut oleh hukum atas pelanggaran hak cipta.
Mungkin banyak yang beralasan bahwa tangga nada itu jumlahnya cuma ada 12 nada, makanya jadi terkesan membajak. Kalau dikatakan bisa mirip, saya sendiri setuju, tapi kalau sampai persis sama itu pasti membajak, karena selain 12 nada tersebut ada berpuluh chord dan berbagai bendera nilai ketukan (1/4, ½, 1/8, 1/16, dst) yang bisa menemani 12 nada tersebut. secara matematis peluang jumlah lagu yang bisa diciptakan dengan kombinasi nilai ketukan, puluhan chord dan 12 nada tersebut bisa tidak terhingga, apalagi masih bergantung dengan jenis musik yang jumlahnya juga sangat banyak.
Jadi bagi saya, lebih baik membuat musik dan lagu yang sederhana atau ga bagus tapi original karya kita, daripada musik/lagu yang bagus tapi hasil memotong atau membajak lagu lain.
7. Mendengar, Belajar, Explorasi dan Ciri Khas
Banyak mendengar berbagai lagu dan jenis musik, adalah cara baik untuk belajar dan menambah referensi musik. Saya sendiri sampai saat ini selalu menambah perbendaharaan koleksi lagu saya dari berbagai daerah dan jenis musik. Terlebih lagu-lagu dari album yang beredar di daerah Kerinci. Karena dari banyak mendengar ini saya bisa belajar untuk mengenali karakter dan ciri khas tiap lagu dan musik. Khususnya penataan musik pada lagu-lagu daerah di propinsi Jambi, saya jadi mengetahui dan mengenali ciri khas tiap penata musik, kaitannya dengan profesi saya yang juga di dunia musik komersil, saya jadi menghindari ciri khas rekan-rekan penata musik lain. Misal jika penata musik A sangat khas ketika memainkan dan menyusun melodi instrument trumpet, saya cenderung akan “menghindari” menyamakan ciri khas penata musik tersebut, sekalipun saya bisa mencontek atau bahkan lebih baik daripada penata musik tersebut. Karena dalam konteks lagu daerah yang berskop relatif kecil, saya lebih suka “menghargai” ciri khas tersebut sebagai “milik” si penata musik tersebut, baik dalam hal teknik maupun sound. Tetapi bukan berarti saya akan membuat arransemen trumpet dengan asal-asalan, melainkan saya tetap membuat alur melodi instrument trumpet sesuai dengan selera saya atau berdasarkan kaidah memainkan trumpet asli sebatas yang saya mampu, tanpa terpengaruh ciri khas penata musik lain. Kenapa demikian, karena saya lebih suka ketika pendengar/konsumen memiliki pendapat, penata musik A sangat khas di instrument A, si B khas pada instrument B, dst. Sehingga setiap musik yang beredar secara komersil di masyarakat akan memiliki banyak khas dan warna dari berbagai penata musik. Di sisi lain, tiap penata musik secara tidak sadar akan diberikan “identitas” masing-masing oleh para pendengar.
Cara untuk menemukan ciri khas ini antara lain banyak mendengar, belajar dan explorasi.
8. Kritik dan Saran
Saya sering bertanya kepada pendengar awam dan ke sesama rekan musisi (yang tidak berkaitan dengan project tersebut) tentang musik yang sudah saya tata. Saya lebih suka ketika ada kritikan dan masukan dibanding pujian (ga munafik, di puji emang menyenangkan…he..he..). karena dari berbagai kritikan dan masukan tersebut manjadi bahan evaluasi saya untuk ke depan. Walaupun semua kritikan dan masukan tidak semuanya akan kita lakukan, minimal kita udah menampung berbagai “aspirasi” pendengar. Kenapa saya cenderung lebih suka bertanya kepada pihak yang tidak ada kaitannya dengan project tersebut, karena biasanya mereka akan memberi kritik dan masukan yang objektif. Kalau bertanya kepada pihak yang berkaitan dengan project tersebut, misal pada pencipta lagu, produser atau penyanyinya, biasanya ada 2 hal yang sering saya dengar, memuji atau akan terjadi beberapa kesalahpahaman seperti yang saya tulis di artikel “Pencipta lagu VS Penata Musik”, “Arsitek dan Kontraktor Album Rekaman” dan beberapa artikel sebelumnya.
Delapan points diatas adalah beberapa hal yang saya anggap hal penting untuk seorang penata musik khususnya penata musik lagu daerah seperti saya.
Artikel ini hanya berupa pendapat dan berbagi pengalaman saja, karena saya sendiri bukan penata musik yang handal dan masih terus belajar dan belajar.
Semoga artikel ini bermanfaat bagi kita semua.
TERIMA KASIH
TERIMA KASIH
0 comments